Sunday, November 25, 2012

Strategi Perusahaan Rokok Membidik Perokok Pemula

Hati-hati jika anda melihat spanduk rokok pada acara konser musik, olahraga atau kegiatan lain yang banyak melibatkan remaja. Mensponsori kegiatan yang berarti mengalokasikan banyak uang, bagi perusahaan rokok bukanlah derma yang diberikannya gratis.

Bagi perusahaan rokok, seperti dijelaskan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam siaran persnya belum lama ini, menjadi sponsor dalam suatu kegiatan sama pentingnya dengan menayangkan iklan pada media massa. Pasalnya, menjadi sponsor memungkinkan mereka menjalankan promosi dengan berbagai cara.


Tak heran, secara global industri tembakau seluruh dunia mengeluarkan lebih dari US$8 miliar setiap tahun untuk iklan dan pemberian sponsor sebagai ajang utama promosi mereka. Kegiatan promosi melalui kegiatan remaja dan iklan dipercaya mereka secara tidak langsung dapat mendorong para kaum muda untuk bereksperimen dengan tembakau dan mencoba merokok.


"Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok ... Pola merokok remaja penting bagi Philip Morris," demikian laporan Philip Morris 1981 yang dikutip jurnal WHO.


Di Indonesia, perusahaan rokok besar di Indonesia berlomba-lomba memberikan sponsor pada kegiatan olahraga, acara remaja, dan konser musik. Dalam promosinya, rokok diasosiasikan dengan keberhasilan dan kebahagiaan. Kegiatan remaja misalnya
panti asuhan harus hati-hati juga dari rokok.


Peningkatan drastis konsumsi tembakau para remaja terjadi pada 2001 yang mencapai 24,2% dari semula 13,7% pada 1995. Persentase peningkatan itu terjadi pada remaja laki-laki 15-19 tahun yang kemudian menjadi perokok tetap.


Sebetulnya, PP 19/2003 telah melarang pembagian produk contoh secara gratis, tetapi pembagian kupon diskon dan penjualan rokok batangan masih sering terjadi. "Ini memperbesar akses remaja terhadap rokok," demikian dijelaskan WHO.


WHO juga mengkritisi media cetak atau elektronik yang enggan mempromosikan pesan-pesan pengendalian tembakau karena khawatir akan kehilangan pendapatan dari iklan rokok. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan pemberian informasi akurat bagi konsumen.


Di Indonesia, iklan rokok mencapai 7% dari pendapatan media massa pada 2002. Sedangkan iklan produk pembersih dan kosmetik mencapai empat kali lebih besar daripada iklan rokok.


Namun, perusahaan tembakau secara ekspansif beriklan di luar ruangan (billboard). Dana yang dialokasikan untuk itu merupakan 6,9 persen dari total pendapatan berbagai iklan luar tahun 1996. Di Jakarta, hal itu dapat dengan mudah ditemui di kawasan Ciputat, lokasi kampus Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Sebuah merek rokok terkenal memasang iklan billboard secara ekspansif di sepanjang jalan tepat di depan kampus tersebut.


WHO menegaskan, larangan menyeluruh terhadap iklan rokok jelas -jelas mengurangi konsumsi tembakau. Tetapi, larangan yang hanya bersifat sebagian atau parsial hanya berpengaruh sedikit atau bahkan tidak berdampak sama sekali. Pasalnya, ketika suatu jenis iklan dilarang, industri tembakau akan beralih ke jenis iklan lain.


Di Inggris dan Amerika, iklan tembakau di TV dilarang pada 1965 dan 1971, tetapi industri tembakau kemudian menggunakan cara lain yang lebih halus dan lebih fektif. Mereka membayar aktor terkenal untuk merokok atau memperlihatkan bungkus rokok dalam film.
Selama tahun 1990-an sembilan dari sepuluh film Hollywood menayangkan produk tembakau. Film dengan aktor kharismatik yang merokok merupakan cara yang kuat untuk menarik perokok baru, terutama anak-anak dan remaja.

Makanya kita harus hati-hati. Jangan sampai misalnya kegiatan amal seperti
panti asuhan atau kegiatan olahraga lain dikontaminasi dengan hal kurang baik.


www.pdpersi.co.id

No comments:

Post a Comment